Hariannews.id_ Sumenep – Penyelenggaraan Festival Musik Tong-Tong tahun ini di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menuai sorotan dan kekecewaan tajam dari sejumlah peserta dan pemilik grup musik. Kritik utama yang dilontarkan adalah dugaan adanya ketidaktransparanan dan kejanggalan dalam proses penjurian, yang dikhawatirkan merusak integritas ajang seni budaya kebanggaan masyarakat Madura tersebut. Peserta menuntut adanya kejelasan dan evaluasi menyeluruh dari panitia penyelenggara.
Sorotan tajam ini datang terutama dari grup yang berasal dari luar Sumenep, salah satunya dari Kota Sampang. Salah seorang pemilik grup dari Sampang, yang memilih untuk tidak disebut namanya, mengungkapkan kekecewaan mendalam atas hasil yang diumumkan. Ia mempertanyakan logika penilaian, mengingat timnya telah berlatih dan tampil secara maksimal, namun hasilnya dianggap tidak sebanding dengan performa di lapangan. Kekecewaan ini diperburuk karena nilai detail penjurian disebut-sebut belum pernah dikeluarkan hingga berita ini diturunkan, namun daftar juara sudah ada. Selasa (21/10/2025)

“Kami jauh-jauh dari Kota Sampang, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan realita penilaian. Penilaian itu tidak keluar sampai sekarang, tiba-tiba juara sudah ada. Panitia itu terus penilaian seperti apa lagi yang harus bisa kita ikuti? Intinya kami sebagai peserta tidak puas,” ujar sumber tersebut dengan nada kecewa. Pernyataan ini secara tersirat menuduh adanya “permainan di balik penilaian” yang mencederai sportivitas.
Selain dugaan permainan hasil, peserta juga menyoroti kelemahan substansial dalam koordinasi teknis pelaksanaan acara. Mereka mengeluhkan masalah ketidaktepatan jadwal tampil, minimnya informasi teknis yang memadai, hingga keterlambatan pengumuman hasil lomba. Hal ini menimbulkan kebingungan dan frustrasi di kalangan peserta yang sudah mengeluarkan tenaga dan biaya besar untuk tampil.
Seorang pemerhati budaya lokal kota Sampang, yang juga turut berkomentar, menyatakan keprihatinannya atas kondisi ini. Menurutnya, permasalahan serupa terkait transparansi dan koordinasi sudah sering terjadi dalam festival-festival sebelumnya. Ia menekankan bahwa ajang budaya sebesar Festival Tong-Tong, yang merupakan warisan unik Madura, seharusnya dikelola dengan standar yang lebih profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
“Ini festival besar dan menjadi ikon budaya Madura, seharusnya dikelola dengan profesional. Kalau panitianya tidak tegas dan tidak transparan, kepercayaan peserta bisa hilang,” tambah sumber dari Sampang, memperkuat pentingnya akuntabilitas dalam ajang seni bergengsi ini.
Kekhawatiran yang paling besar, lanjut pemerhati budaya, adalah dampak jangka panjang dari kontroversi ini. Bila permasalahan transparansi tidak segera dibenahi, citra positif budaya Sumenep yang berusaha diangkat melalui festival ini dikhawatirkan akan tercoreng. Hal ini berpotensi menurunkan minat dan marwah ajang budaya tersebut di mata para seniman dan masyarakat luas di masa mendatang.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak panitia penyelenggara Festival Musik Tong-Tong 2025 belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan adanya permainan dalam proses penilaian dan lambatnya koordinasi. Respon dan penjelasan panitia sangat dinantikan publik untuk menjawab keresahan peserta.
Masyarakat dan seluruh pihak terkait berharap agar Pemerintah Kabupaten Sumenep dan panitia dapat melakukan evaluasi menyeluruh dan terbuka. Tujuannya adalah memastikan bahwa Festival Musik Tong-Tong di masa depan dapat berlangsung lebih profesional, transparan, dan benar-benar menjunjung tinggi nilai kejujuran serta sportivitas seni, demi menjaga kehormatan warisan budaya Madura.
Taufik Hidayat












